Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana BOS dan BOP, senilai Rp 7,8 miliar anggaran 2018. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 53 Jakarta Barat. Dua orang tersangka merupakan bekas Kepala Sekolah SMKN 53 dan mantan staf Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat.

Tersangka W ditetapkan sebagai tersangka karena mengambil kebijakan diluar tupoksi sebagai Kepala Sekolah sebagaimana Permendikbud No.6 Tahun 2018. Sedangkan MF selaku Staf Sudin Pendidikan Wil 1 yang mempunyai tupoksi memberikan bimbingan teknis kepada sekolah terkait penggunaan Aplikasi SIAP BOS dan BOP.

Dana BOP SMK 53 Jakbar Digelapkan 7,8 Miliar

Dana BOP SMKN 53 Jakarta Barat Dikorupsi Sebesar 7,8 Miliar

Untuk mengelola dana BOS dan BOP TA 2018, namun tugas tersebut disalahgunakan dengan bermufakat bersama kepala sekolah dalam penggunaan Dana secara fiktif.

MF mencari perusahaan untuk menjadi rekanan fiktif dalam proyek pengadaan barang dan menampung pencairan dana BOS dan BOP. Dana dikirim secara tunai kepada W di SMKN 53. Mereka juga diduga membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif sebagai bukti penggunaan dana BOS-BOP.

Dana BOP SMKN 53 Jakarta Barat Dikorupsi 7,8 Miliar

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Dwi Agus Arfianto mengatakan, W memberikan password kepada MF untuk mengakses aplikasi dana BOP. Setelah mendapat password untuk mengakses aplikasi dana BOP, MF pun mulai melakukan penggelapan.

Namun dalam prakteknya W serahkan password tersebut ke MF dengan perintah untuk segera dicairkan, dana dalam app siap BOS dan siap BOP. Kemudian disiapkan SPJ fiktif dan rekanan fiktif yang akan menampung dana, dengan menyiapkan rekening penampung yang akan diserahkan dalam bentuk cash ke pihak sekolah.

Uang hasil korupsi itu dimasukkan oleh W sebagai tunjangan ekstra. Ia juga membagikan sebagian uang itu sebagai tunjangan kepada guru-guru SMKN 53. Meski demikian, W dan MF belum ditahan oleh Kejari Jakarta Barat. Alasannya, saat ini pihak Kejari Jakarta Barat masih menunggu pemeriksaan BPK.

Namun keduanya diperkirakan akan dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Kejari Jakbar masih terus bekerja mengumpulkan bukti tambahan untuk menjerat dua pelaku.